Hawa gerah menyelimuti ruangan kecil itu. Beberapa kali Baskoro
menyeka keringat yang mengalir di wajahnya. Entah mimpi apa semalam, tiba-tiba
saja ia harus mengalami kejadian yang tak dimengertinya sore tadi.
Tiba-tiba di tengah perjalanan pulang, ia dihentikan oleh seorang
polisi. Setelah melalui tanya jawab singkat yang tak juga memberikan kejelasan
mengenai kesalahan apa yang telah dilakukan Baskoro, ia akhirnya dibawa ke
kantor polisi.
Hari mulai malam di bulan Agustus yang gerah itu. Sugiri dan Aji datang
ke kantor polisi untuk menjenguk Baskoro.
“Jadi sampai
sekarang kamu belum tahu salahmu apa?” tanya Sugiri.
“Iya Pak’e.
Polisi yang menangkapku tadi cuma ngomong kalo ada laporan yang mencurigai saya
terlibat kelompok kejaharan. Kejahatannya apa, tadi tidak dijelaskannya. Saya
diminta ikut dulu ke kantor untuk diperiksa,” jawab Baskoro.
“Lha kok aneh
sekali.”
“Iya aneh. Sampai
sekarang masih belum juga ada petugas yang datang untuk menjelaskan hal itu.”
Aji yang dari tadi diam, akhirnya ikut bergabung berbicara dengan
anak dan mertua itu.
“Ini sudah
malam. Sebaiknya kamu pulang dulu, Giri. Biar istri dan kedua anakmu di rumah
tidak khawatir. Jelaskan saja Baskoro baik-baik saja. Aku disini yang nanti
ngurusi masalah Baskoro,“ kata Aji.
“Nanti saja,
Ji. Biar aku tahu permasalahannya dulu, baru aku akan pulang,” jawab Sugiri.
“Tapi ini
sudah malam, dan sampai sekarang juga belum ada kejelasannya. Kasihan
keluargamu di rumah, sebaiknya kamu pulang dulu dan bisa kembali besok pagi.”
“Ya sudah kalo begitu. Semoga
kedaannya baik-baik saja. Aku pamit dulu.”
Sugiri pun meninggalkan ruangan itu dan tinggallah Aji dan
Baskoro. Tak lama, datanglah seorang petugas bertubuh ramping dan berpakaian
seragam.
“Selamat
malam,” sapa pria berseragam itu.
“Selamat
malam,” jawab Aji dan Baskoro hampir bersamaan.
“ Baskoro...,
“ lanjut petugas.
“Saya, Pak,”
jawab Baskoro. “Mohon penjelasannya mengenai permasalahan ini, Pak. Saya
melakukan kesalahan apa?”
“ Sabar dulu.
Saya akan menanyai dan menulis data-data pribadi. Nanti ada petugas yang akan
menjelaskan apa yang Baskoro tanyakan tadi.”
Pria berseragam itu pun mengajukan sejumlah pertanyaan dan menulis
jawaban yang dikatakan Baskoro pada selembar kertas.
Beberapa menit kemudian datang pria berseragam lainnya. Tubuhnya
lebih berisi dan wajahnya lebih berumur dibanding petugas yang datang sebelumnya.
“Selamat
malam Ndan,” kata petugas pertama sambil memberikan hormat.
“Malam. Sudah
selesai data-datanya?”
“Sudah,
Ndan.”
Petugas yang lebih muda itu pun menyerahkan kertas di tangannya,
lalu keluar meninggalkan ruangan. Dan tugas berikutnya dilanjutkan oleh petugas
kedua itu.
“Selamat
malam. Aji?” kata petugas itu.
“Selamat
malam. Eh..., “ jawab Aji sedikit kebingungan mendengar namanya disebut.
Petugas itu melepas topi seragamnya, dan kelihatanlah seluruh
wajahnya.
“Oh, Suprapto
ya?” tanya Aji. Keduanya pun saling berjabat tangan dan tertawa hangat. Seperti
dua orang sahabat lama yang baru saja bertemu setelah sekian lama tidak
berjumpa.
“Piye kabare,
Ji? Masih manggung kethoprak?”
“Apik. Iya,
masih main. Lha keahlianku kan cuma kethoprak,” jawab Aji sambil tertawa. “Eh,
anu. Ini Baskoro, ponakanku yang juga main kethoprak.”
“Ponakanmu?”
“Oh, memang
bukan ponakan asli. Tapi aku memang sudah menganggap anak-anak muda di kelompok
kethoprak sebagai ponakanku sendiri. O ya, aku mau tanya soal Baskoro. Kenapa
bisa ditangkap?”
Sesaat petugas yang bernama Suprapto itu terdiam.
“Begini. Kamu
kan tahu keadaan saat ini. Hampir di semua wilayah di Jawa saat ini sedang
gencar-gencarnya ditingkatkan pengamanan.”
Kembali susana hening. Suprapto mengambil sebatang rokok dan
menyalakannya. Tak lama sekepul asap meluncur keluar dari hembusan mulutnya.
“Negara
sedang melindungi rakyatnya dari ancaman kejahatan. Rampok, begal, gali,
preman, semua yang dicurigai sebagai pelaku kejahatan akan dibersihkan. Semua
demi kemananan masyarakat.”
“Tapi apa
hubungannya dengan penangkapan Baskoro? Dia bukan rampok, begal, gali atau
preman kayak yang kamu katakan itu. Dia orang baik”
Suprapto tersenyum singkat. Ia tidak langsung menjawab pertanyaan
yang diajukan Aji.
“Sekali lagi
aku katakan bahwa keamanan masyarakat sedang menjadi perhatian polisi. Kamu
pasti sudah mendengar berita soal preman-preman yang tiba-tiba menghilang.
Mereka yang kerap mabuk, bertato atau yang sering meresahkan masyarakat, jangan
berharap akan dapat tingggal tenang. Status Baskoro masih diperiksa. Dan karena
itulah ia ada disini.”
“Diperiksa?
Karena apa?”
Suprapto kembali menghembuskan asap rokok.
“Baskoro,”
kata polisi itu. “Coba buka kaosmu.”
Baskoro menuruti perintah polisi itu. Ia pun melepaskan kaos yang
dikenakannya. Tubuhnya yang ramping pun terlihat.
“Coba kamu hadap
ke kanan,” lanjut Suprapto.
Baskoro pun menghadap ke kanan menuruti perintahnya.
“Apa yang ada
di pinggangmu itu?” tanya Suprapto. “Mengapa ada tato di situ?”
Baskoro kebingungan dengan pertanyaan itu. Sementara Aji terlihat
terkejut melihat tato kecil yang terdapat di pinggang Baskoro.
“Baik, aku
keluar dulu. Besok pagi pemeriksaan dilanjutkan,” kata sang polisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar