Minggu, 02 Februari 2014

Asmaradana Terlarang (11)


“Wah, tumben sore ini Mbak Ndari dandannya rapi banget. Mau kemana tho, Mbak?” tanya Sutari kepada kakaknya.

“Lha kamu apa ndak tahu kalo nanti ada kethoprak di belakang kantor desa?” jawab Sundari.

“O iya. Nanti ya mainnya?”

“Iya. Mau ikut nonton apa ndak? Ayo barengan!”

“Wah ndak usah lah, Mbak.”

“Lho, kenapa? Apa kamu ndak suka sama kethoprak? Ini kan budaya kita sendiri.”

“Bukannya aku ndak suka, Mbak. Tapi aku malas desak-desakan nontonnya.”

            “Ya makanya berangkatnya agak duluan. Biar nanti dapat tempat di depan. Ayo ikut!”

“Ah, ndak mau. Eh, kok kayaknya Mbak Ndari semangat banget. Jangan-jangan cuma mau lihat pemain kethoprak yang ganteng. Siapa itu ... Mas Baskoro, kan?

“Huss ... ngawur saja kamu.”

Sundari sedikit tersipu malu diledek adiknya.

“Tapi benar kan? Lha wong tahun-tahun  lalu ndak begitu semangat kaya sekarang.”

“Ah, sudah-sudah. Kalau kamu ndak mau nonton, ya biar aku berangkat sendiri saja.”

Sundari pun berjalan meninggalkan rumah menuju kantor desa. Sepanjang jalan terlihat banyak orang yang juga menuju ke kantor desa.

“Mau nonton kethoprak juga ya, Ndari?”

“Eh, Mas Krisno. Iya.”
            
            “Wah, kebetulan. Aku juga mau nonton. Malah dapat kursi yang depan. Kalau kamu mau, nanti duduknya di sebelah aku. Biar bisa jelas dan puas nontonnya.”

“Ndak usah repot, Mas Kris. Lha nanti saya yang ndak enak kalau duduknya di depan. Orang di situ pasti tempatnya tamu-tamu kehormatan. Ndak bebas nontonnya, ndak ada yang bisa diajak ngobrol ngalor-ngidul”

“Ya ndak usah malu, kan aku ada aku yang bisa diajak ngobrol. Iya tho?”

“Ndak usah mas. Matur nuwun.”

“Kamu ini kalau aku bantu kok selalu nolak. Heran. Kenapa, Ndari?”

“Ndak apa-apa kok. Permisi, Mas,” kata Sundari seraya meninggalkan Krisno.

Tak lama pertunjukan kethoprak dimulai. Ceritanya tentang babad Pati, atau sejarah berdirinya Kabupaten Pati.

Dikisahkan tentang kadipaten bernama Paranggaruda yang punya hajat mengawinkan putra tunggal bernama Menak Jasari dengan putri Adipati Carangsoka bernama Dewi Ruyung Wulan. Namun karena Ruyung Wulan tidak mencintai Jasari yang berwajah jelek, Ruyung Wulan pun mencari cara agar bisa mengulur-ulur pernikahan tersebut. Ruyung Wulan minta agar pestanya menampilkan pertunjukan wayang kulit dengan dalang yang terkenal saat itu, yaitu Dalang Soponyono.

Dari dekat panggung Sundari begitu menikmati pertunjukan. Apalagi ketika pemeran Dalang Soponyono berbicara dan memainkan wayang serta menyanyikan tembang-tembang, Sundari terpukau dengannya. Laki-laki yang berparas tenang dengan senyum manisnya itu. Laki-laki dengan sepasang mata lebar dan juga hidung bangir, serta kulitnya yang berwarna sawo matang.

Karena akal-akalan Ruyung Wulan maka pertunjukan wayang itu pun kacau di tengah jalan. Ia lari dari pelaminan dan menjatuhkan diri di pangkuan sang dalang. Terkejut oleh tindakan Ruyung Wulan, maka Ki Dalang Soponyono memadamkan semua lampu yang ada dengan kesaktiannya. Ki Soponyono pun melarikan diri bersama Ruyung Wulan dan kedua adik perempuannya yang bernama Ambarsari dan Ambarwati. Adipati Paranggarudo yang merasa terhina pun memerintahkan pasukan untuk mengejar.

Tak jauh dari tempat Sundari menonton kethoprak, sepasang mata seorang pria yang duduk di kursi depan ikut mengawasi Sundari. Krisno tidak begitu tenang duduk di kursi kehormatan. Perhatiannya terpecah antara mengikuti jalan cerita kethoprak dan mengawasi Sundari.

Dalam pelarian Ki Dalang Soponyono bersama Ruyung Wulan dan kedua adiknya, bertemulah mereka dengan Raden Kembangjoyo, adik dari Panewu Sukmoyono di wilayah Panewon Majasemi. Setelah menceritakan peristiwa yang dialami, Panewu Sukmoyono bersedia melindungi keempat pelarian tersebut.

Singkat cerita, keberadaan Dalang Soponyono diketahui oleh pasukan Paranggaruda. Terjadilah pertempuran hebat  antara pihak Panewu Sukmoyono dengan pasukan Paranggaruda, hingga tewaslah Panewu Sukmoyono. Kematian Panewu Sukmoyono ini membuat Raden Kembangjoyo marah. Kembangjoyo dibantu pasukan Carangsoka berhasil menghancurkan pasukan Paranggaruda. Pertempuran di Majasemi ini memakan banyak korban.

Setelah kemenangan ini, akhirnya Dewi Ruyung Wulanmenjadi istri Raden Kembangjoyo. Raden Kembangjoyo akhirnya diangkat menjadi adipati setelah menggabungkan tiga kadipaten yang sebelumnya terlibat pertempuran, yakni Paranggaruda, Carangsoka dan Majasemi menjadi satu kadipaten Pati. Peleburan ini berhasil menciptakan kerukunan wilayah tersebut. Selanjutnya Kembangjoyo mengajak Soponyono mencari lokasi pemerintahan yang baru dengan membabat hutan Kemiri. Dan akhirnya Kemiri menjadi pusat pemerintahan Kadipaten Pati tersebut.

Pertunjukan kethoprak pun berakhir. Penonton yang tidak hanya berasal dari Desa Kemiri begitu antusias melihatnya. Mereka pun meninggalkan panggung dengan puas.

Dari kursi di depan pangung, Krisno mencoba melihat kembali ke tempat Sundari berada. Namun wanita yang dicarinya tersebut sudah tidak berada di tempatnya semula. Krisno melayangkan pandangannya ke sekeliling tempat itu, namun tetap saja tidak berhasil menjumpai sosok Sundari.

Perlahan Krisno meninggalkan kursinya. Ia berjalan sambil terus memerhatikan sekelilingnya, mencoba menemukan Sundari di antara ratusan orang malam itu. Dan ketika sampai di belakang panggung, Krisno pun berhasil melihat Sundari tak jauh dari tempat Krisno berada.


Dan mendadak hati Krisno menjadi panas. Dilihatnya wanita yang ditaksirnya itu sedang asyik berbincang-bincang begitu akrab di belakang panggung dengan pria yang tak asing lagi, yaitu pemeran Ki Dalang Soponyono itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar