Minggu, 27 April 2014

5,5 cm

Blood Moon atau Red Moon. Demikianlah bulan purnama kali ini dinamakan. Disebut demikian, ya karena tentunya warna bulan purnama yang merah mirip darah. Inilah saat istimewa bagi makhluk-makhluk di negeri lain. Saat untuk berpesta-pora di malam yang luar biasa.

Seorang makhluk bertubuh mungil adalah pendatang baru di negeri lain. Tubuh manusianya baru saja mati sehari yang lalu, belum terlalu lama. Nama makhluk pendek itu adalah Tuy…

“Luyut. Panggil nama gue Luyut!”

Luyut? Nama yang aneh. Bukankah makhluk yang masih bocah seperti dia biasanya disebut dengan Tuy…

“Iya, gue tahu itu. Kenapa dibilang nama yang aneh? Nama akun lo juga dibalik dari belakang kan? Sama-sama aneh!”

Oke, oke. Apalah arti sebuah nama. Seperti yang disebutkan sebelumnya, Luyut itu pendatang baru karena tubuh manusianya mati baru satu hari. Supaya resmi diterima sebagai warga negeri lain, ada beberapa proses yang harus dilakoni oleh Luyut.

“Selamat datang bocah!”

Gila bikin kaget saja! Entah dari mana datangnya, tiba-tiba muncul makhluk lain. Rambutnya panjang tergerai, sebagian menutupi wajahnya yang pucat. Pakaiannya mirip daster warna putih.

“Terima kasih, panggil gue Luyut. Gue masih newbie di sini,” kata si bocah.

“Aku yang akan mengasuhmu sementara saat ini, sebelum kamu resmi diterima sebagai warga negeri ini,” kata si daster putih. “O ya, namaku Kanalitnuk.”

What??? Kanalitnuk? Nama yang sungguh-sungguh aneh.

“Diam saja kamu! Tidak usah banyak komentar, kalo mau nulis cerita ya nulis aja!” hardik si daster putih.

Oke, oke…
Lalu Kanalitnuk berjalan diikuti Luyut di belakangnya. Tak lama kemudian tibalah mereka di sebuah rumah kecil. Lalu pintu rumah pun terbuka, dan seorang pria eh wanita, eh pria atau wanita sih?

“Iiiiih rempong deh cyin. Akyu emang ngga jelas kaya gini dari dulu… Malam tante Kanalitnuk, apa kabar?..” sapa makhluk itu.

“Selamat malam, Icnab. Ini ada pendatang baru. Dandani dia sebagaimana mestinya,” kata Kanalitnuk.

“Aiiiih… Imut banget. Apa kabar cayang? Cini peyuk duyu…” kata Icnab sambil mencoba tersenyum ramah dan membuka kedua tangannya lebar-lebar.

Luyut terkejut mendapat sambutan yang agresif itu. Si bocah itu sampai-sampai mundur dua-tiga langkah untuk menghindarinya.

“O la la… Ngga usah takut gitu dong cayang…”

“Icnab, sebaiknya buru-buru potong habis rambutnya. Lalu ganti pakaiannya,” sela Kanalitnuk. “Sebentar lagi matahari akan terbit.”

Luyut pun dibawa ke sebuah kursi. Dengan bersedih hati, ia harus merelakan rambut trendi model spike yang disayanginya selama menjadi manusia harus dibabat habis sekarang. Yaaah, memang sudah aturannya di negeri lain, semua bocah harus gundul. Tidak ada model spike, emo, atau model-model lainnya. Yang ada cuma licin tandas, alias plontos.

***

Malam kedua diadakannya pesta-pora di negeri lain. Hampir semua makhluk berkumpul di malam berbahagia ini. Gnocop, Owuredneg, Tosegn Retsus, Lebmog Ewew, Alukard, Gnukgnalej, dan Eripmav. Semua datang dengan mengenakan pakaian kebesaran masing-masing. Kecuali …

Kanalitnuk dan Icnab sudah minta ijin kepada panitia pesta untuk tidak hadir di pesta malam kedua. Tentu saja keduanya sedang mempersiapkan si pendatang baru, Tuy…

“Luyut! Gue Luyut, catat itu!”

Iya deeh, iyaaaa… Nggak usah sewot gitu dong.
Luyut tengah dipersiapkan oleh Kanalitnuk dan Icnab agar bisa resmi diterima sebagai warga negeri lain.

“Luyut, setelah penampilan kamu diubah seperti sekarang ini, maka kamu harus bisa lulus tes terakhir malam ini. Saya harap harus lulus malam ini, supaya kamu bisa ikut berpesta besok di malam ketiga bersama-sama warga lainnya,” kata Kanalitnuk.

“Harus malam ini?” tanya si bocah.

“Iya. Jika tidak lulus malam ini, kami tak bisa ikut pesta besok. Besok adalah malam pesta terakhir, dan baru akan ada pesta lagi setelah ada Blood Moon periode selanjutnya beberapa bulan mendatang.”

“Oooh…”

“Nah, sekarang bersiap-siaplah untuk tes terbang melayang. Mari kita ke bukit itu!”
Mereka bertiga bergerak menuju bukit. Kanalitnuk menjelaskan tentang tes yang harus ditempuh oleh si bocah. Luyut menyimaknya dengan seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya.

“Setiap makhluk di negeri harus bisa terbang melayang. Aku, Icnab, Gnocop, Owuredneg, Tosegn Retsus, Lebmog Ewew, Alukard, Gnukgnalej, dan Eripmav… semuanya bisa melayang. Meski nanti setelah lulus kami bergerak dengan cara yang kami sukai, entah terbang, meloncat-loncat atau ngesot, itu tak jadi soal.”

“Hmmm…”

Waktu terus berjalan. Bulan di langit sudah tak lagi bulat sempurna dengan warnanya yang juga tidak berdarah-darah. Tak ada angin sedikit pun berhembus malam itu.

“Gerah cyiin, make-up eike jadi luntur” kata Icnab sambil menyeka seluruh penjuru wajahnya dengan tisu.

Lalu tibalah saatnya …

Luyut mengambil beberapa langkah ke belakang. Setelah mengambil ancang-ancang, Luyut berlari sekencangnya. Sejurus kemudian si bocah itu menapakkan kakinya di atas sebuah batu, dan meloncat sambil memejam mata …

“I’m flying, I’m flying…,” teriak si bocah dengan mata terpejam sambil melebarkan kedua tangan di samping badan.

Bruggg…

Si bocah terjerembab jatuh.

“Aduh!,” teriak Luyut kesakitan.

“Ouuuuw…,” Icnab ikut juga berteriak takut takut genit.

Kanalitnuk segera mendekati Luyut yang meringis kesakita.

“Apa yang kamu lakukan tadi? Mengapa kamu tutup mata dan melebarkan kedua tangan? Ini bukan adegan si cantik Rose di atas anjungan Titanic!,” teriak Kanalitnuk.

“Maaf…,” kata Luyut.

“Cuma terbang selama 3 detik cyin,” sela Icnab dengan sebuah stopwatch di tangannya.

“Ayo coba lagi. Konsentrasi yang benar!” teriak Kanalitnuk di kejauhan.

Luyut mencobanya lagi, lagi dan lagi. Namun ia gagal lagi, lagi dan lagi.

“Aku menyerah…,” kata Luyut terduduk lemas.

Kanalitnuk dan Icnab mendekatinya.

“Kamu tidak boleh menyerah. Kalau kamu punya tekad kuat, yakinlah kamu akan berhasil,” kata Kanalitnuk.

“Tapi aku sudah berusaha sekuat tenaga …,” sela Luyut.

“Dengar, lihat aku baik-baik. Letakkan tekad dan mimpimu di depan keningmu. Jangan terlalu dekat, juga jangan terlalu jauh. 5,5 cm tepat di depan keningmu agar kamu bisa menggapai mimpi-mimpi itu,” kata Kanalitnuk.

“Ciyeeee… Jadi motivator ya cyiiiin. Super sekaliii,” seloroh Icnab.

Luyut bangkit dari tanah. Lalu berjalan menuju tempat sebelumnya. Ditariknya nafas dalam-dalam, lalu dihembuskannya pelan-pelan. Dan mulailah dia berlari …

“5,5 cm tepat di depan keningmu, gapai mimpi-mimpimu…”

Kata-kata itu terus mengiang-ngiang di telinganya. Dan kata-kata itu memberikan kekuatan dahsyat bagi si bocah.

Kaki-kaki kecil itu terus bergerak cepat, lalu tibalah di sebuah titik dimana kaki-kaki kecil itu bertolak dan meloncat …

Hupp…

Luyut terbang di udara. Kaki-kakinya terus bergerak seolah-olah ia sedang walking in the air, meski ia bertelanjang kaki tanpa mengenakan Air Jordan.

Bocah itu terus melayang beberapa puluh meter, sebelum akhirnya ia mendarat dengan sempurna. Sementara Icnab dan Kanalitnuk terperangah di belakang sana.

Prokk prookk proookk…

Tiba-tiba saja terdengar tepuk tangan meriah. Lalu muncullah makhluk-makhluk lain dari balik kegelapan.

“Luar biasa, luar biasa,” seru Owuredneg.

“Fantastis,” lanjut Alukard.

“Oke, malam ini jumlah kita bertambah satu. Kamu resmi menjadi warga negeri ini, Nak!” kata Gnocop.

“Besok malam terakhir dan kamu bisa ikut menikmati pesta kami,” ujar Gnukgnalej.

Dan malam itu sungguh menjadi malam yang bersejarah bagi si bocah. Ia telah berhasil melalui tes kewarganegaraan di negeri lain. Memang benar, di saat kita meletakkan mimpi dan cita-cita di depan mata, lalu berusaha mengejarnya, maka kita akan mendapatkannya.

Sekali lagi, selamat ya Tuyul.

“Luyut, tau!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar