“Barang-barangnya ndak ada yang ketinggalan, kan?”
“Ya, ndak ada, Pak. Lha saya hanya bawa baju yang saya pakai di badan ini.”
“Apa ndak sebaiknya nunggu keluargamu dulu? Biar ndak sendirian di jalan.”
“Ndak apa-apa, Pak.”
“Yo wis kalo begitu. Hati-hati di jalan.”
“Matur nuwun, Pak. Saya permisi.”
Baskoro
menjabat tangan lalu berpamitan kepada Suprapto yang siang itu
melepasnya dari tahanan. Dua hari lamanya Baskoro di tempat itu, tanpa
mengerti apa alasan yang membuatnya ditangkap. Mungkin salah paham, atau
ada orang yang memang berniat tidak baik. Entahlah.
Setelah
melewati gerbang kantor polisi, Baskoro menyeberang jalan raya yang
hanya dilewati satu-dua kendaraan siang itu. Lalu ia bejalan ke arah
timur dengan langkah yang tak terlalu cepat. Hawa panas kota Pati
membuatnya beberapa kali menyeka keringat yang meleleh di dahinya.
Ia
masih menduga-duga siapakah yang berada di balik kejadian yang
dialaminya. Ia tak pernah merasa memiliki musuh selama ini.
Sepengetahuannya, ia bersikap baik kepada semua orang yang ditemuinya.
Tak pernah ada yang merasa terganggu dengan sikapnya. Semua baik-baik
saja.
Atau
mungkin … Krisno? Ya, mengapa Krisno ada di kantor polisi kemarin?
Bukankah Krisno satu-satunya orang yang selama ini bersikap tidak baik
kepadanya? Apa mungkin anak petinggi desa Kemiri itu yang membuatnya
harus ditahan di kantor polisi beberapa hari karena sesuatu alasan?
***
Hampir
satu jam lamanya Baskoro berjalan, dan tak lama lagi ia akan berbelok
dari jalan raya ke jalan desa menuju rumah. Kembali disekanya keringat
yang kali ini tak hanya membasahi dahi, tapi juga pipi dan dagunya.
Malah baju yang dipakainya kini sudah mulai basah.
“Ngaso sebentar dulu,”
Baskoro
bergumam ketika ia berada di dekat sebuah pohon asam yang lumayan
besar. Ia pun menghampiri pohon asam itu, lalu sengaja duduk di bawahnya
dan meluruskan kedua kaki untuk sekedar melepas lelah beberapa menit
saja.
Gegaraning wong akrami
Dudu bandha dudu rupa
Amung ati pawitane
Dudu bandha dudu rupa
Amung ati pawitane
Sebuah
tembang yang sangat digemarinya pun terlantun dari mulutnya. Senyum
kecil mengembang di wajah kurusnya. Ia teringat tembang itulah yang
berhasil memesona seorang gadis cantik di Desa Kemiri beberapa tahun
lalu. Lau sebuah kisah asmara terjalin antara kedua anak manusia. Hingga
akhirnya asmara itu membawa keduanya masuk ke hubungan yang lebih jauh
lagi sebagai suami dan istri.
Luput pisan kena pisan
Lamun gampang luwih gampang
Lamun angel, angel kalangkung
Tan kena tinumbas arta
Lamun gampang luwih gampang
Lamun angel, angel kalangkung
Tan kena tinumbas arta
Kembali
Baskoro menggerakan tangannya ke wajah, namun kali ini ia tidak menyeka
dahi atau pipinya karena keringat. Laki-laki bermata lebar dan hidung
bangir itu menyeka air yang membasahi kedua sudut matanya. Matanya
berkaca-kaca mengenang masa-masa yang telah dilaluinya bersama Sundari.
Hampi
lima belas menit Baskoro larut dalam suasana haru yang menguasai
perasaannya. Lalu ia bangkit dari duduknya, dihirupnya nafas
dalam-dalam. Setelah merasa cukup tenang, segera diayunnya langkah
meninggalkan pohon asam dan kembali menyusuri jalan yang sepi itu.
Tinggal beberapa puluh meter lagi ia akan sampai di jalan menuju
desanya.
Sengaja
Baskoro mempercepat langkahnya. Tiba-tiba ia mendengar suara
langkah-langkah kaki di belakangnya. Belum sempat ia menoleh ke belakang
dan mencari tahu siapa yang ada di sana, tiba-tiba saja …
“Huppp…”
Baskoro
tidak bisa melihat sekelilingnya selain kegelapan. Ia panik, berusaha
meronta-ronta untuk membuka benda yang menutupi kepalanya. Namun
tampaknya ia kalah kuat. Tenaganya tidak mampu melawan. Sepertinya ada
dua orang atau lebih yang membekap tubuhnya.
Samar
kedengaran oleh Baskoro suara mesin sebuah kendaraan yang mendekat.
Baskoro semakin mengerahkan tenaganya untuk melawan. Dalam kegelapan
yang dilihatnya, ia pergunakan kedua kakinya dan berusaha menendang
kesana-sini tak tentu arah.
“Buk… buk… bukk…”
Dua-tiga
pukulan mendarat bersamaan mengenai kepala dan perut Baskoro.
Sekonyong-konyong Baskoro merasakan mual dan pusing. Ia juga menahan
sesak di dadanya. Hingga kemudian tubuhnya melemas dan ia sudah tidak
sadarkan diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar