Sabtu, 19 April 2014

Asmaradana Terlarang (20)

“Barang-barangnya ndak ada yang ketinggalan, kan?”

“Ya, ndak ada, Pak. Lha saya hanya bawa baju yang saya pakai di badan ini.”

“Apa ndak sebaiknya nunggu keluargamu dulu? Biar ndak sendirian di jalan.”

“Ndak apa-apa, Pak.”

“Yo wis kalo begitu. Hati-hati di jalan.”

“Matur nuwun, Pak. Saya permisi.”

Baskoro menjabat tangan lalu berpamitan kepada Suprapto yang siang itu melepasnya dari tahanan. Dua hari lamanya Baskoro di tempat itu, tanpa mengerti apa alasan yang membuatnya ditangkap. Mungkin salah paham, atau ada orang yang memang berniat tidak baik. Entahlah.

Setelah melewati gerbang kantor polisi, Baskoro menyeberang jalan raya yang hanya dilewati satu-dua kendaraan siang itu. Lalu ia bejalan ke arah timur dengan langkah yang tak terlalu cepat. Hawa panas kota Pati membuatnya beberapa kali menyeka keringat yang meleleh di dahinya.

Ia masih menduga-duga siapakah yang berada di balik kejadian yang dialaminya. Ia tak pernah merasa memiliki musuh selama ini. Sepengetahuannya, ia bersikap baik kepada semua orang yang ditemuinya. Tak pernah ada yang merasa terganggu dengan sikapnya. Semua baik-baik saja.

Atau mungkin … Krisno? Ya, mengapa Krisno ada di kantor polisi kemarin? Bukankah Krisno satu-satunya orang yang selama ini bersikap tidak baik kepadanya? Apa mungkin anak petinggi desa Kemiri itu yang membuatnya harus ditahan di kantor polisi beberapa hari karena sesuatu alasan?

***

Hampir satu jam lamanya Baskoro berjalan, dan tak lama lagi ia akan berbelok dari jalan raya ke jalan desa menuju rumah. Kembali disekanya keringat yang kali ini tak hanya membasahi dahi, tapi juga pipi dan dagunya. Malah baju yang dipakainya kini sudah mulai basah.

“Ngaso sebentar dulu,”

Baskoro bergumam ketika ia berada di dekat sebuah pohon asam yang lumayan besar. Ia pun menghampiri pohon asam itu, lalu sengaja duduk di bawahnya dan meluruskan kedua kaki untuk sekedar melepas lelah beberapa menit saja.

Gegaraning wong akrami
Dudu bandha dudu rupa
Amung ati pawitane

Sebuah tembang yang sangat digemarinya pun terlantun dari mulutnya. Senyum kecil mengembang di wajah kurusnya. Ia teringat tembang itulah yang berhasil memesona seorang gadis cantik di Desa Kemiri beberapa tahun lalu. Lau sebuah kisah asmara terjalin antara kedua anak manusia. Hingga akhirnya asmara itu membawa keduanya masuk ke hubungan yang lebih jauh lagi sebagai suami dan istri.

Luput pisan kena pisan
Lamun gampang luwih gampang
Lamun angel, angel kalangkung
Tan kena tinumbas arta

Kembali Baskoro menggerakan tangannya ke wajah, namun kali ini ia tidak menyeka dahi atau pipinya karena keringat. Laki-laki bermata lebar dan hidung bangir itu menyeka air yang membasahi kedua sudut matanya. Matanya berkaca-kaca mengenang masa-masa yang telah dilaluinya bersama Sundari.

Hampi lima belas menit Baskoro larut dalam suasana haru yang menguasai perasaannya. Lalu ia bangkit dari duduknya, dihirupnya nafas dalam-dalam. Setelah merasa cukup tenang, segera diayunnya langkah meninggalkan pohon asam dan kembali menyusuri jalan yang sepi itu. Tinggal beberapa puluh meter lagi ia akan sampai di jalan menuju desanya.

Sengaja Baskoro mempercepat langkahnya. Tiba-tiba ia mendengar suara langkah-langkah kaki di belakangnya. Belum sempat ia menoleh ke belakang dan mencari tahu siapa yang ada di sana, tiba-tiba saja …

“Huppp…”

Baskoro tidak bisa melihat sekelilingnya selain kegelapan. Ia panik, berusaha meronta-ronta untuk membuka benda yang menutupi kepalanya. Namun tampaknya ia kalah kuat. Tenaganya tidak mampu melawan. Sepertinya ada dua orang atau lebih yang membekap tubuhnya.

Samar kedengaran oleh Baskoro suara mesin sebuah kendaraan yang mendekat. Baskoro semakin mengerahkan tenaganya untuk melawan. Dalam kegelapan yang dilihatnya, ia pergunakan kedua kakinya dan berusaha menendang kesana-sini tak tentu arah.

“Buk… buk… bukk…”

Dua-tiga pukulan mendarat bersamaan mengenai kepala dan perut Baskoro. Sekonyong-konyong Baskoro merasakan mual dan pusing. Ia juga menahan sesak di dadanya. Hingga kemudian tubuhnya melemas dan ia sudah tidak sadarkan diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar