Rabu, 18 Desember 2013

Afterglow

“Mamaaaa…!!!”

Deni bangun dan meloncat dari tempat tidurnya. Buru-buru remaja 13 tahun itu berlari keluar dari kamar. Dengan setengah berlari ia menuju ruang tengah.

“Mamaa!!!… Mama dimana??!!” sekali lagi teriak Deni terdengar memecah keheningan pagi. Dari ruang tengah ia menuju dapur mencari mamanya.

“Aduhh, Deni!! Nggak usah teriak-teriak gitu, Mama juga dengar.” Seorang wanita berumur empat puluhan menjawab teriakan Deni, sambil menggoreng telur dadar untuk sarapan pagi.

“Mama, ingat nggak ini tanggal berapa?”

“Tanggal lima. Emang kenapa?”

“Mama nggak ingat tanggal lima ini ada apa?”

“Mmm… Apa ya?”

“Ah, Mama. Ini kan hari ulang tahunnya Mas Fendy. Masa nggak ingat sama ulang tahun anak sendiri sih Ma?”

“Oh … Mama baru ingat sekarang.”

Fendy adalah kakaknya Deni, dua tahun beda umur mereka. Sejak empat tahun lalu Fendy sudah tidak tinggal di rumah itu lagi.

“Deni nanti mau ke tempat Mas Fendy. Mau ngucapin selamat ulang tahun.”

“Eh, kamu nggak sekolah?”

“Maksud Deni nanti setelah pulang sekolah. Mmmm … Enaknya dibawain apa ya, Ma?”

“Ya, terserah Deni mau bawain apa. Yang penting Mas Fendy suka”

“Martabak!! Iya, Mas Fendy suka banget ama Martabak. Mama bikinin ya martabaknya?”

“Ya udah, nanti Mama bikinin. Sekarang kamu mandi dulu. Terus sarapan dan berangkat sekolah. Nanti sore baru ke tempat Mas Fendy. Tapi ke sana mau sama siapa?”

“Mmm…, nanti Deni mau ajak Tia. Boleh kan, Ma?”

Mama hanya tersenyum kecil sambil mengangguk pelan.

“Ya udah, buruan mandi!”

***

Empat lewat sepuluh. Setelah berpamitan dengan mamanya, Deni pun berangkat bersama Tia. Sepeda motor matic pun segera meninggalkan kompleks perumahan menuju jalan raya.

“Eh, Tia. Kalo lagi naik motor berdua kaya gini, aku jadi ingat sama Mas Fendy dulu.”

“Ooh..” jawab Tia singkat.

Tia adalah teman sekelas Deni sejak SD sampai SMP sekarang. Rumahnya tak jauh dari rumah Deni. Dan Tia pun sudah cukup akrab dengan keluarga Deni.

Sebenarnya Tia bukanlah tipe cewek yang pendiam. Kalau sudah ngobrol dengan Deni, maka Tialah yang lebih banyak bicara. Soal apa saja, mulai pelajaran Matematika yang paling dibenci oleh Deni, mode pakaian yang lagi ngetrend, lagu dan film terbaru, sampai gosip artis. Namun kali ini Tia memilih menjadi pendengar. Dibiarkannya Deni yang ngomong lebih banyak. Apalagi kalau sudah membicarakan Mas Fendy, maka Tia lebih banyak diam.

“Iya, dulu aku sama Mas Fendy sering boncengan sepeda. Mas Fendy di depan, aku yang belakang. Kamu tentunya tahu kan?”

Mas Fendy memang dulu sering boncengin Deni pakai sepeda. Entah itu cuma sekedar berkeliling di dalam kompleks, atau berangkat sekolah sewaktu SD dulu. Mas Fendy itu seorang kakak yang baik, yang sangat menyayangi Deni. Kedua kakak beradik ini memang hampir selalu bersama-sama. Di mana ada Mas Fendy, di situ ada Deni pula.

Dari jalan raya, sepeda motor berbelok ke jalan yang lebih kecil. Tak banyak kendaraan yang melintas jalanan rindang dengan pohon-pohon waru yang berjajar di kiri-kanan jalan. Bayang-bayang pohon yang tersorot matahari sore pun jatuh di sepanjang jalan beraspal itu. Sementara di belakang pohon-pohon waru itu, terhampar sawah atau kebun yang tampak sedikit menguning karena sisa-sisa kemarau. Tak lama kemudian, sepeda motor berbelok memasuki jalanan sempit. Sebuah danau yang tenang berada di kiri mereka. Kemudian mereka pun berhenti dan turun dari sepeda motor.

“Hampir sampai,” kata Deni sambil tangannya menunjuk ke arah bukit kecil tak jauh dari danau itu. “Kayaknya kita jalan kaki sebentar ke sana.”

Lagi-lagi, Tia cuma mengangguk dan tak keluar sepatah kata pun. Ia cukup tahu, kalau saat-saat seperti ini tidaklah bijak untuk terlalu banyak bicara menanggapi apa yang dikatakan Deni. Ia pun berjalan mengikuti Deni, sambil menenteng sebuah bungkusan berisi martabak. Ya, martabak kesukaan Mas Fendy. Entah apakah Mas Fendy masih suka dengan martabak atau tidak.

“Dulu Mas Fendy juga sering ngajak Deni ke danau ini,” kembali Deni bercerita. “Ngajak mancing, atau cuma melihat-lihat pemandangan indah ini. Apalagi kalau sore kayak gini, kami suka berlama-lama menunggu matahari terbenam.”

Sesaat keduanya terdiam.

“Bahkan setelah matahari terbenam, kami masih saja enggan beranjak. Sisa-sisa cahaya yang masih menghias langit pun masih cukup indah untuk kami berdua nikmati,” lanjut Deni.

“Afterglow,” kata Tia pelan.

“Ya?”

“Itu namanya afterglow, sisa-sisa cahaya itu.”

“Oh…”

Sebentar lagi keduanya akan menaiki bukit kecil itu dan matahari akan mulai terbenam di arah barat sana. Tia masih tak banyak bicara. Tia tahu bahwa Deni masih belum bisa melupakan kepergian Mas Fendy empat tahun lalu karena sebuah kecelakaan yang menimpanya. Pagi itu Mas Fendy dan Deni sedang berangkat sekolah dengan berboncengan sepeda bersama teman-teman lainnya. Sepeda-sepeda kecil itu melaju cepat, berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan sampai di sekolah.

Mas Fendy yang memang jago olahraga dan berbadan lebih besar dari anak-anak yang lain, berada paling depan. Ketika hampir sampai di gerbang sekolah, entah karena kurang berhati-hati, Mas Fendy tidak bisa menghindari lubang di depannya. Mas Fendy dan Deni terpental. Mas Fendy terlempar dan kepalanya membentur tiang listrik, sementara Deni jatuh di aspal. Kedua kakak beradik itu pun dibawa ke rumah sakit. Namun Mas Fendy yang terluka parah di bagian kepala, akhirnya tidak tertolong dalam perjalanan. Deni bisa selamat meski harus menjalani perawatan beberapa hari di rumah sakit.

“Kamu tunggu disini,” kata Deni kepada Tia ketika mereka sudah sampai di atas bukit. Tia pun menyerahkan bungkusan di tangannya kepada Deni.

Deni berjalan menuju gundukan tanah dan sebuah batu nisan yang ada di depan sana. Sejurus kemudian, Deni pun berjongkok di depan pusara Mas Fendy.

“Selamat ulang tahun, Mas Fendy,” kata Deni Pelan. Kemudian ia tertunduk, dan tak lama bahunya terguncang-guncang.

Beberapa meter dari tempat Deni bertemu Mas Fendy, Tia berdiri kaku dan tak sanggup menyaksikan keharuan itu. Sementara matahari sudah tenggelam di barat dan sisa-sisa cahaya merah kekuningan masih menyemburat di langit senja itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar