Tak seperti biasanya, pulau kecil itu masih saja terlihat ramai. Di hari-hari biasa pada musim dingin bulan Desember seperti sekarang, jam 10 malam seharusnya menjadi waktu dimana tak banyak orang berada di jalanan Pulau Adman. Wisatawan biasanya memilih berada di dalam hotel atau penginapan. Penduduk setempat pun lebih memilih untuk berkumpul bersama keluarga dan menyalakan perapian di rumah sambil bermain gitar atau piano dan menyanyikan lagu-lagu Natal.
Namun ketenangan Pulau Adman terganggu oleh sebuah peristiwa pembunuhan sore tadi. Seorang wanita muda ditemukan tergeletak bersimbah darah di gang kecil yang menjadi pemisah Distrik 13 dan Distrik 14. Tak satu pun penduduk dari kedua distrik itu yang mengenali sang korban. Para wisatawan yang menginap di hotel maupun penginapan juga tak ada yang merasa kehilangan teman atau anggota keluarganya.
***
“Sudah ada di mana, Mister?”
Sebuah pesan singkat dari Kapten Armand masuk ke ponselku. Lelaki berumur 40-an itu sudah 3 tahun ini menjabat sebagai Kepala Kepolisian di Kota Blogger. Pulau Adman atau yang lebih dikenal oleh wisatawan sebagai Adman Isle adalah pulau yang menjadi bagian dari kota yang dibagi menjadi 14 distrik itu. Dua belas distrik berada di mainland, dua sisanya di Adman Isle.
“OTW, tiga menit lagi tiba,” jawabku singkat.
Taksi yang aku tumpangi melaju cukup cepat di jalanan yang tak seberapa lebar itu. Sempat berhenti beberapa saat di persimpangan lampu merah, mobil berwarna biru itu berbelok ke kanan. Lima ratus meter kemudian, mobil berhenti.
Aku keluar turun dari taksi dan melangkah mendekati kerumunan massa. Beberapa petugas polisi berjaga-jaga di lokasi. Para juru warta dengan kamera-kameranya juga nampak di belakang garis berwarna kuning yang memisahkan mereka beberapa meter dengan sesosok tubuh yang tergeletak di jalan.
Mengetahui kedatanganku, Kapten Armand segera menghampiri dan menjabat tanganku. Sebuah senyum khas mengembang di wajahnya.
“Selamat malam, Mister.”
“Malam, Kapten.”
Kami berdua pun mendekat ke tubuh korban yang terbujur kaku sejak sore tadi. Sebuah pemeriksaan prosedural kami lakukan beberapa menit, meski aku yakin hal yang sama juga telah dilakukan oleh petugas yang ada sebelum kedatanganku.
“Kami mendapati korban kehilangan ibu jari tangan sebelah kiri, sepertinya pelaku yang memotongnya. Entah dimana potongan itu, belum diketemukan. Kemungkinan pelaku membawanya,” kata Kapten Armand. “Tidak ditemukan dompet maupun kartu identitas korban. Namun di saku mantelnya, kami menemukan sebuah kartu. Kami masih menyelidiki apakah kartu tersebut sengaja ditinggalkan oleh sang pembunuh, atau tidak.”
Kapten pun memperlihatkan kepadaku sebuah kertas seukuran kartu nama yang telah dibungkus plastik transparan. Beberapa kata tertulis pada kertas berwarna biru muda itu
semburat merah ufuk barat, segurat duka pun tersurat
: adman isle
: adman isle
Aku mengernyitkan dahi. Sebuah tanda tanya muncul di otakku, sepertinya sang pembunuh sengaja meninggalkan jejak. Dengan jelas, waktu dan lokasi pembunuhan ditulisnya. Yang menjadi pertanyaan, apakah korban sudah diincar oleh sang pembunuh atau dipilih secara kebetulan? Sebuah teka-teki.
***
Lagu-lagu Natal berirama jazz membuat suasana malam di Green Café semakin hangat. Green Café, sebuah kafe yang sudah berdiri 20 tahun lebih di pusat keramaian Kota Blogger. Kata hijau yang menjadi nama kafe itu sengaja dipilih oleh pendirinya yang memang memiliki hobi bercocok-tanam. Beberapa sudut kafe dihiasi taman-taman mungil yang nampak asri. Meski menyajikan bermacam menu western, para pengunjung lebih mengenal kafe ini sebagai penyedia salad terbaik di Kota Blogger.
“Sudah ada titik terang tentang kasus Adman Isle?” tanyaku pada Kapten Armand.
Kepala polisi itu nampak asyik menikmati burger berukuran sedang. Seporsi salad dan segelas softdrink yang ada di meja menunggu giliran untuk disantap oleh pria yang duduk di depanku itu.
“Mmm… “ gumam sang Kapten sambil menyelesaikan potongan burger terakhir. Lalu diteguknya softdrink yang ada di meja. “Identitas korban telah diketahui. Dia seorang solo traveler yang kebetulan baru saja tiba di pulau, beberapa jam sebelum kejadian naas menimpanya.”
Aku khidmat mendengarkan sang Kapten.
“O ya, Mister. Menurut pandangan seorang detektif seperti Mister, apakah kertas itu bisa untuk mengungkapkan siapa yang ada di balik pembunuhan?” lanjut sang Kapten.
“Bisa jadi,” jawabku. “Kemungkinan untuk hal itu sangat terbuka lebar. Namun perlu penyelidikan lebih mendalam.”
Keadaan kafe tiba-tiba berubah ricuh. Sebuah jeritan terdengar dari rest room di bagian belakang kafe. Kapten Armand langsung berlari menuju tempat tersebut.
Aku mengawasi sekeliling kafe. Di luar sana ku lihat sebuah sepeda motor dipacu sangat kencang. Seorang berjaket biru gelap mengendarainya. Entah, sepertinya aku mengenal si pengendara itu.
Aku kemudian menyusul Kapten Armand. Seorang wanita bergaun hitam tergeletak di lantai. Darah segar mengalir dari luka akibat tusukan di perut wanita yang sudah tak bernafas itu. Tangan kanan wanita naas itu sedang memegangi perutnya yang masih mengeluarkan cairan merah segar. Sementara tangan kirinya terlihat ganjil. Hanya ada empat jari saja, ibu jarinya terpotong.
Dan tak jauh dari tubuh wanita itu, secarik kertas yang sudah berlumuran darah membuatku curiga. Sebaris kalimat tertulis:
salad me in, oh, ladies man
***
Dua pembunuhan yang terjadi di Kota Blogger menjadi perhatian semua kalangan. Walikota, anggota-anggota senat, petugas kepolisian hingga warga pun sibuk membicarakan peristiwa yang menggemparkan tersebut.
Petugas kepolisian di bawah pimpinan Kapten Armand sudah memeriksa beberapa orang terkait dua pembunuhan itu. Anggota keluarga dan teman dari kedua korban sudah dimintai keterangan dalam pemeriksaan pihak berwajib.
Seorang pesohor dari kota itu jiga ikut diperiksa. Paman Karyono, nama pesohor itu, dianggap memiliki keterkaitan dengan kedua peristiwa itu. Lelaki paruh baya yang terkenal dengan wajah tampan yang mirip Brad Pitt ini memiliki julukan ladies man atau lelakinya para wanita. Paman Karyono memang dekat dengan banyak wanita di Kota Blogger, mulai dari para wanita muda yang kinyis-kinyis dan matang manggis, hingga wanita-wanita mapan yang sudah berkeluarga.
Ladies man, bukankah nama itu tertulis pada secarik kertas yang ditemukan di Green Café? Sedangkan salad pada bagian salad me in, bukankah itu menu favorit di kafe itu?
Spekulasi lain berkembang di masyarakat. Para pengamat malah menilai ladies man tidak terkait dalam pembunuhan itu, bahkan sangat mungkin ladies man difitnah oleh pelaku pembunuhan yang sengaja menulis namanya di Green Café. Bisa jadi pelakunya adalah orang yang sakit hati akibat artikel-artikel yang sering ditulis oleh Paman Karyono, yang juga memiliki kegemaran menulis, di forum jurnalisme Kota Blogger.
Para pengamat juga menilai bahwa dua tulisan pada dua kertas yang ditemukan itu setidaknya ditulis oleh orang yang mengerti sastra. Bukankah kalimat-kalimat itu sangat puitis? Lalu muncullah spekulasi yang menyebutkan para penulis sastra di Kota Blogger sebagai orang yang terkait dengan misteri pembunuhan itu, antara lain Rhahav, Vandie, atau Deasie.
***
“Ahaa!!!”
Aku berteriak sambil setengah melompat dari tempat dudukku. Tentu saja Kapten Armand dan beberapa petugas yang ada di salah satu ruang di Kantor Kepolisian Kota Blogger terkejut. Mereka memandangku keheranan.
“Ada apa, Mister?” tanya Kapten Armand.
“Coba kemari, Kapten.”
Sang Kapten merapat ke tempatku.
“Sejak awal aku mencurigai seseorang terlibat dalam dua pembunuhan yang masih misterius ini. Dia dulu sempat dihukum 4 tahun penjara, sebelum akhirnya bebas. Entah apa yang membuatnya melakukan kejahatan kembali, mungkin balas dendam atau bisa juga motif lain. Kecurigaanku semakin kuat ketika malam pembunuhan di Green Café itu. Sesaat setelah peristiwa itu, aku melihat seseorang yang mengebut dengan sepeda motornya di luar kafe. Aku sepertinya mengenali orang itu.”
Kapten terlihat diam tanpa ekspresi.
“Nah, kedua tulisan di kertas itu juga menjadi petunjuk yang semakin memperkuat dugaanku!”
“Maksudnya, Mister?”
Aku menuliskan kembali kedua kalimat yang kami temui pada saat pembunuhan.
semburat merah ufuk barat, segurat duka pun tersurat
: adman isle
: adman isle
salad me in, oh, ladies man
“Itu anagram, Kapten!”
“Anagram?”
“Ya, beberapa kata dari kedua kalimat itu adalah anagram.”
Aku menulis kata-kata yang kumaksud itu:
adman isle
salad me in
ladies man
salad me in
ladies man
“Coba perhatikan, ketiganya tersusun dari huruf-huruf yang sama. Anagram!”
“Lalu, siapa penulisnya. Mmmm, maksudku siapa pembunuhnya?” tanya sang Kapten.
“Dia menulis namanya sendiri di dalam anagram itu,” kataku sambil menulis kembali sebuah nama.
***
Dua kasus pembunuhan di Adman Isle dan Green Café akhirnya bisa terpecahkan. Bermula dari sebuah anagram, polisi akhirnya menangkap salah satu warga Kota Blogger yang diduga sebagai pelaku kedua pembunuhan tersebut. Dari rumah pelaku, polisi menemukan dua buah ibu jari tangan kiri yang terbungkus dalam sebuah kantong plastik dan disimpan pelaku di lemari pendingin. Media-media di Kota Blogger pun menjadikan peristiwa penangkapan sang pembunuh itu sebagai headline.
Nama pelaku pembunuhan di Kota Blogger berhasil diungkap melalui sebuah anagram.
ADMAN ISLE
SALAD ME IN
LADIES MAN
SALAD ME IN
LADIES MAN
SAM LEINAD