Rabu, 22 Oktober 2014

Jalan Tanpa Nama

kawan. kita pernah seiring
melintas pelan di jalan itu


ketika pagi syahdu terkoyak nada merdu
enam utas dawai di tangan lelaki tua
memula intro pada fret A minor


atau ketika hari terik pecah oleh teriak bocah
seorang diri memain-main bola plastik
berlagak entah Rooney entah Messi


juga ketika senja jingga makin merona
saat pria muda menguntai kisah asmara
kepada kekasih di sampingnya


aku, kamu. kita pun mulai terhanyut oleh perasaan masing-masing demi mendengar dawai-dawai yang indah bergetar. lantas berdebat tentang mana yang paling baik, kick and rush atau tiki-taka. hingga akhirnya terharu menyaksi sejoli yang jatuh hati.

tapi kawan. kemarin ku sisir sendiri
jalan yang pernah kita lalui


lelaki tua itu tak lagi memecah pagi
tiada gitar yang dulu dimainkannya
intro minor itu tak pernah menjadi bait, interlude, atau coda
lalu bocah kecil nampak murung sewaktu siang
terpekur. duduk memeluk kedua lututnya
tanpa bola plastik yang menjadikannya bak pemain dunia
juga pria muda kini tanpa kekasih senjanya berkata
‘jika semua kisah punya awal tengah dan akhir
maka aku terhenti di bab pertama’


dengarlah kawan. sungguh pilu ku pandangi jalan itu
lelaki tua tanpa gitar
bocah kecil tanpa bola plastik
pria muda tanpa kekasih


seperti aku
kini tanpamu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar